Welcome Myspace Comments

Sabtu, 21 Januari 2012

Hujan Asam


Yang Dibahas :
1. Pengertian
2. Proses Terjadinya
3. Sebab
4. akibat
5. Penanggulangan


1. Pengertian
Hujan asam didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Atau hujan asam merupakan istilah umum untuk menggambarkan turunnya asam dari atmosfir ke bumi. Sebenarnya turunnya asam dari atmosfir ke bumi bukan hanya dalam kondisi “basah” Tetapi juga “kering”. Sehingga dikenal pula dengan istilah deposisi (penurunan / pengendapan) basah dan deposisi kering. Bhatfi et.al (1992) mengemukakan bahwa hujan asam dapat terjadi ketika ada reaksi antara air, oksigen dan zat-zat asam lainnya di atmosfer. Sinar matahari akan mempercepat terjadinya reaksi antar zat-zat tersebut.
Deposisi basah mengacu pada hujan asam , kabut dan salju. Ketika hujan asam ini  mengenai tanah, ia dapat berdampak buruk bagi tumbuhan dan hewan, tergantung dari konsentrasi asamnya, kandungan kimia tanah, buffering capacity ( kemampuan air atau tanah  untuk menahan perubahan pH ), dan jenis tumbuhan/hewan yang terkena. Deposisi kering mengacu pada gas dan partikel yang mengandung asam. Sekitar 50% keasaman di atmosfir jatuh kembali ke bumi melalui deposisi kering. Kemudian angin membawa gas dan partikel asam tersebut mengenai bangunan, mobil, rumah dan pohon.
Ketika hujan turun ,partikel asam yang menempel di bangunan atau pohon tersebut akan terbilas, menghasilkan air permukaan yang asam. Angin dapat membawa material asam pada deposisi kering dan basah melintasi batas kota dan Negara sampai ratusan kilometer. Untuk mengukur keasaman hujan asam  igunakan pH meter. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH dibawah 5,0 ( Air murni mempunyai pH 7 ). Makin rendah pH air hujan tersebut , makin berat dampaknya bagi mahluk hidup.


2. Proses Terjadinya Hujan Asam
Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:
Bukti terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisa es kutub. Terlihat turunnya kadar pH sejak dimulainya Revolusi Industri dari 6 menjadi 4,5 atau 4. Informasi lain diperoleh dari organisme yang dikenal sebagai diatom yang menghuni kolam-kolam. Setelah bertahun-tahun, organisme-organisme yang mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan sedimen di dasar kolam. Pertumbuhan diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga jumlah diatom yang ditemukan di dasar kolam akan memperlihatkan perubahan pH secara tahunan bila kita melihat ke masing-masing lapisan tersebut.
Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Sumber-sumber ini, ditambah oleh transportasi, merupakan penyumbang-penyumbang utama hujan asam.
3. Sebab Hujan Asam
Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.

> Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperi alumunium di danau. Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan lendir berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernafas.
> Pertumbuhan Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat oleh tingginya kadar pH.
Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada daun rusak sehingga nutrisi menghilang sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi yang bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.
Ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

4. Akibat Hujan Asam
Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam antara lain :
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan, Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh, korosi dan menyebabkan terganggunya kesehatan manusia.

5. Penanggulangan
a. Upaya Pengendalian Deposisi Asam :
Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

b. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin.
Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).

c. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90%.

d. Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.
Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya “didinginkan” dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

e. Pengendalian Setelah Pembakaran
Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD). Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing. Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.
Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

f. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.


Tidak ada komentar: